Short Story from Banda Aceh

Assalamualaykum

Sebuah undangan yang dulu saya nantikan, akhirnya menghampiri saya. Undangan tersebut adalah undangan perjalanan dinas di Banda Aceh. Ibukota provinsi yang berada di ujung barat Indonesia ini adalah kota yang pada awal tahun ini saya harapkan untuk dikunjungi. Tetapi karena ada tugas lain yang lebih penting di Bandar Lampung, jadi saya terpaksa tidak jadi kesana.

Minggu siang, saya berangkat dari kompleks dengan mobil kantor. Pesawat terbang mengudara sesuai jadwal. Untuk menuju Banda Aceh dari Padang, tidak ada pesawat yang langsung. Ada dua alternatif transit. Yang pertama via Jakarta dan yang kedua via Medan. Dari harga tiket, bedanya cukup jauh. Harga tiket transit ke Jakarta hampir dua kali lipat dari yang transit via Medan.

Sesampainya di Medan, kami langsung ganti pesawat yang menuju ke Aceh. Waktu transitnya cukup singkat. Dan ternyata, pesawat transit tersebut adalah pesawat Jakarta-Aceh yang mengangkut sedikit penumpang dari Medan. Penumpang yang dari Jakarta tidak perlu turun dari pesawat.


Sultan Iskandar Muda Airport Banda Aceh


Akhirnya, sampai juga saya di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Banda Aceh. Nampaknya habis hujan deras di Banda Aceh. Beberapa air yang menggenang terlihat di mana-mana. Suasana kota Banda Aceh di pukul 10 malam itu cukup sepi. Seperempat jam naik travel plat hitam (di sana tidak ada Taxi) berupa mobil Ertiga, akhirnya tibalah kami di Hotel 61 di jalan Panglima Polim, yang lantai bawahnya merupakan gerai A&W.

Setelah sampai di kamar, rombongan kami yang berasal dari Sumatera Bagian Selatan ini mencari warung makan. Ada warung nasi yang masih buka di depan hotel, tetapi sayangnya nasinya cuma tinggal untuk tiga porsi. Karena kami berjumlah empat orang, akhirnya kami cari ke tempat lain. Ketemulah dengan warung yang bernama Mie Rozali. Menurut Mas Pras, warung ini cukup terkenal di televisi.

Mie Razali Panglima Polim Banda Aceh


Setelah menghabiskan Mie Telor dan Jus Jeruk, saya dan rombongan kembali ke Hotel untuk beristirahat. Esok paginya kami menuju Lueng Bata untuk melakukan kegiatan dinas.

Mie Telor Razali Banda Aceh


Ada manfaatnya juga saya update lokasi di Path waktu makan di Mie Razali kemarin. Ternyata ada teman kecil saya yang kebetulan baca status Path saya. Dia bekerja di Banda Aceh saat ini. Mengetahui saya sedang di Banda Aceh, dia mengajak saya untuk ketemuan. Tentu saya senang sekali bisa bertemu teman semasa SD dulu yang lama tidak berjumpa. Kami pun berencana untuk keliling Banda Aceh selepas acara dinas saya.

Diesel Power Plant at Lueng Bata Banda Aceh


Tak tahunya, acara dinas tidak selesai sore itu. Acara malah berlangsung sampai jam 12 malam, karena pembahasan yang cukup lama. Terpaksa kami membatalkan acara keliling-kelilingnya. Saya pun mengajak untuk berjalan-jalan esok hari waktu jam istirahat. Sebenarnya enak sore selepas rapat untuk jalan-jalannya. Tetapi karena jam 6 sore adalah jadwal pesawat saya untuk terbang ke Medan.

Hari kedua, sebelum jam istirahat, teman saya yang bernama Yasa tersebut menjemput saya. Dia bekerja di sebuah Bank dan kebetulan di bagian lapangan, jadi bisa keluar kantor di jam-jam kerja. Siang itu kami berhenti untuk makan di Gunung Salju jalan Panglima Polim. Menu khas di sini adalah Steak dan Ice Cream. Saya yang sudah lama ngidam dengan steak, akhirnya memilih menu Mie Steak Ayam dan Ice Cream Buah.

Mie Steak Ayam dan Ice Cream Buah Gunung Salju Banda Aceh

Karena dia ada panggilan mendadak di kantor, saya kembali ke Lueng Bata. Acara jalan-jalannya terpaksa tidak jadi dulu. Dia mengajak saya untuk keliling lagi nanti sore selepas Ashar. Semoga saja nanti keburu untuk ke Bandaranya pikir saya.

Karena tugas saya sudah selesai, selepas istirahat saya menganggur. Mas Pras akhirnya mengajak jalan ke Masjid Baiturrahman jam tiga. Saya pun mengiyakan dan segera pamit kepada peserta rapat. Alasannya karena mau mengejar pesawat. Hehehe.


Masjid Baiturrahman Banda Aceh


Dengan mengendarai Bentor atau Becak Motor (seperti di Medan), kami sampai di Masjid Baiturrahman sekitar sepuluh menit dengan ongkos sebesar 15 ribu rupiah. Cuaca siang itu cukup terik. Masjid Baiturrahman terlihat megah dan cantik siang itu.

Kubah Masjid Baiturrahman Banda Aceh


Mas Pras kemudian mengajak untuk menuju Museum Tsunami yang tak jauh dari Masjid. Kami pun segera bergegas, karena waktu sudah menunjukkan pukul setegah empat. Kami naik Bentor lagi menuju Museum Tsunami. Walau jaraknya dekat, tarif Bentor 15 ribu. Padahal saya sudah tawar agak ngotot. Pada akhirnya, saya dapat cerita dari Yasa memang seperti itu tarifnya.

Salah Satu Sudut di Masjid Baiturrahman Banda Aceh

Interior di Dalam Masjid Baiturrahman Banda Aceh


Museum Tsunami terlihat megah. Bentuknya seperti sebuah kapal dengan konstruksi dalamnya terlihat banyak kisi-kisinya. Jumlah lantainya kalau tidak salah tiga. Museum yang dibangun oleh Walikota Bandung sekarang, Ridwan Kamil, ini, berdiri di dekat Lapangan Blang Padang.

Jika Kita dari Tempat Parkir, Kita Akan Menemui Tempat Ini di Museum Tsunami Aceh

Bola-Bola Semen Bertuliskan Negara-Negara yang Terlibat dalam Recovery Pasca Tsunami Aceh

Museum Tsunami Aceh dari Lantai Pertama
Kami langsung menuju parkir di sebelah belakang Museum. Sebenarnya ada tarif kendaraan untuk masuk. Tetapi karena terlihat di antar dengan Bentor, sepertinya tidak perlu bayar. Kemudian kami pun naik melalui tangga di belakang menuju dalam Museum. Bagian bawah museum ini terbuka, jadi kita dapat masuk dari segala sisi.
Helikopter di Dekat Pintu Masuk Museum Tsunami Aceh

Tempat untuk Menonton Informasi Mengenai Tsunami di Museum Tsunami Aceh
Tidak ada karcis masuk untuk masuk tempat ini. Yang ada adalah tempat penitipan tas. Setiap orang yang masuk sepertinya diwajibkan untuk menitipkan tas. Walau tidak ada karcis masuk, tetapi petugas jaga mengatakan permintaan sumbangan seikhlasnya pada saat kita mengambil tas yang kita titipkan.
Puncak Cerobong Bertuliskan Lafal "Allah" di Museum Tsunami Aceh

Nama-Nama Korban yang Tertata di Dinding dalam Cerobong Museum Tsunami Aceh
Begitu memasuki ruangan pertama, kita akan disuguhkan ruangan dengan cahaya temaram yang berisi banyak podium. Podium-podium tersebut berisi sebuah layar LCD (tidak touchscreen) yang menampilkan informasi mengenai Museum Tsunami dan Tsunami Aceh. Setelah itu, kita akan melewati sebuah ruangan di samping sebelah kiri yang berbentuk bulat ke atas. Ruangan itu tak lain adalah dasar cerobong yang berisi nama-nama korban tsunami di Aceh beberapa tahun silam. Di ujung atas cerobong terdapat kaca mozaik yang bertuliskan aksara arab "Allah". Di ruangan terdengar suara bacaan ayat suci Al Qur'an. Di tambah lagi dengan cahaya yang temaram. Sungguh menumbuhkan suasana duka dalam hati bagaimana kejadian tsunami dulu itu terjadi.
Tampak Luar Cerobong di Museum Tsunami Aceh
Setelah itu kita akan melewati tangga melingkar yang gelap dan agak licin. Hal itu disebabkan adanya gemericik air yang jatuh dari puncak cerobong. Setelah melewati tangga melingkar tersebut kita akan menuju ruangan terang, dimana terdapat jembatan yang melintang di atas kolam menuju lantai 2.
Jembatan Menuju Lantai 2 Museum Tsunami Aceh

Bendera Negara-Negara yang Ikut Andil pada Recovery Tsunami di Museum Tsunami Aceh
Di Lantai 2, kita akan disambut dengan sebuah ruangan untuk kafe dan maket. Kemudian terdapat juga peta besar provinsi Aceh yang berada di tembok di sebelah kiri.
Maket di Lantai 2 Museum Tsunami Aceh

Peta Provinsi Nangroe Aceh Darussalam di Museum Tsunami Aceh
Setelah itu, kita menuju sebelah kanan, menuju ruangan-ruangan yang berisi berbagai macam pajangan-pajangan. Juga terdapat beberapa simulasi gempa, diorama dan lain sebagainya.
Beberapa Pajangan di Lantai 2 Museum Tsunami Aceh

Suasana Ruang Pajangan Lantai 2 Museum Tsunami Aceh

Pajangan Berukuran Besar di Lantai 2 Museum Tsunami Aceh

Diorama PLTD Apung Tsunami Aceh di Museum Tsunami Aceh

Diorama Kejadian Tsunami di Museum Tsunami Aceh

Diorama Masjid yang Masih Utuh di Museum Tsunami Aceh

Maket Aceh Pasca Tsunami di Museum Tsunami Aceh

Diorama Kerusakan Rumah di Museum Tsunami Aceh

Pintu Masuk Ruang Geologi Museum Tsunami Aceh

Simulasi Gempa di Museum Tsunami Aceh

Path untuk Membimbing Pengunjung Mengelilingi Museum Tsunami Aceh
Di Lantai 3 kita akan menemui ruang pendidikan, lukisan, perpustakaan dan souvenir. Ada beberapa souvenir yang menarik hati, seperti rencong dan buku. Ada buku berisi sajak-sajak mengenai tsunami yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Karena ada tulisannya buku tersebut digunakan sebagai bahan ajar untuk SMP dan SMA, saya jadi urung membelinya. Kemudian untuk rencong, saya kuatir nanti disita di bandara, karena kami tidak bawa tas atau koper yang ditaruh di bagasi.
Lukisan di Ruang Lukisan Museum Tsunami Aceh

Perpustakaan di Museum Tsunami Aceh

Ruang Souvenir Lantai 3 Museum Tsunami Aceh
Setelah semua tempat telah kita kunjungi, kami pun segera turun. Yasa sebentar lagi akan menjemput kami. Saya sempat memotret beberapa objek di belakang MuseumTsunami Aceh.
Makam di Belakang Museum Tsunami Aceh

Mushola di Sisi Belakang Museum Tsunami Aceh
Setelah Yasa menjemput, kami bergegas menuju bandara. Sayang sekali, kami tidak sempat berkeliling lagi di Banda Aceh karena mepetnya waktu. Sesampainya di Bandara, saya mengucapkan terima kasih atas keramahan Yasa sebagai tuan rumah. Lain kali kalau ada tugas dinas di Aceh, kami akan menuju pantai Ulee Lheue dan Sabang.


Waalaykumsalam

Popular Posts